suarabogor.my.id, – Kali Deres, Jakarta, 6 Januari 2025 — Seorang bekas nasabah Bank BRI, yang dikenal dengan inisial NW, melaporkan dugaan pemalsuan data dan kredit fiktif yang melibatkan oknum pegawai Bank BRI UNIT KALIDERES. Menurut laporan yang disampaikan ke pihak kuasa hukum Dens & Partners Lawfirm, NW merasa dirugikan karena namanya digunakan tanpa izin dalam pengajuan pinjaman fiktif yang disetujui oleh bank BRI UNIT KALIDERES tersebut.
Kejadian tersebut bermula pada tanggal 23 Juli 2020, saat oknum pegawai Bank BRI UNIT KALIDERES diduga menggunakan data pribadi NW untuk mengajukan pinjaman sebanyak 2 kali tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Lebih parahnya lagi, tanda tangan NW dan istrinya diduga palsu, serta foto hasil survey yang tertera pada dokumen pengajuan pinjaman diduga telah dipalsukan, termasuk dokumen jaminan berupa surat akte jual beli tanah yang diduga juga palsu. dan pada 19 November 2024 Terungkap data-data dokumen pinjaman yang diduga semuanya dipalsukan dari KTP dan data-data NW di BRI UNIT KALIDERES dan saksikan bersama dengan pimpinan unit yang baru Bapak Syaiful.
Menurut pengakuan NW, ia tidak pernah mengajukan pinjaman atau memiliki hubungan bisnis apapun dengan Bank BRI UNIT KALIDERES. Namun, setelah mendengar kabar bahwa namanya diduga tercatat dalam sistem BI Checking dengan status pinjaman yang bermasalah, NW merasa kaget dan terkejut. Akibat dari perbuatan oknum pegawai bank tersebut, NW tidak hanya merasa dirugikan secara pribadi, tetapi juga mengalami kerugian dalam urusan bisnisnya, karena nama baiknya tercemar dan berbagai peluang bisnis yang sedang dijajaki gagal.
“Selama hampir 4 tahun, saya kesulitan mendapatkan pekerjaan, dan ketika ada peluang bisnis yang datang, saya justru terkejut mengetahui bahwa data saya telah disalahgunakan oleh oknum di Bank BRI UNIT KALIDERES. Ini bukan hanya merusak reputasi saya, tetapi juga menyebabkan kegagalan dalam usaha dan hubungan bisnis saya,” ujar NW saat menyampaikan pengaduan kepada tim kuasa hukumnya.
NW kemudian mendatangi kantor Dens & Partners Lawfirm yang berlokasi Ruko Boulevard Tekno, Jl. Tekno Widya No.D1 LT. 2, Setu, Kec. Setu, Kota Tangerang Selatan, Banten 15314, dan diarahkan oleh tim pengacara berpengalaman, termasuk mantan pejabat KPK dan Kejaksaan Agung, firma hukum ini memiliki reputasi yang kuat dalam menangani kasus-kasus besar dan kompleks, dan NW menceritakan kronologi kejadian kepada tim pengacara yang dipimpin oleh Deni, SH, S.Kom, M.Sc, C.LSc sebagai Managing Partner, Bapak Endang Tarsa, SH, MH, mantan Kombes KPK, bersama dengan Bapak Gunadi, SH, MH, Panitera Kejaksaan Agung, dan Muhammad Ikhsan, SH dan banyak pengacara-pengacara senior lainnya yang tergabung didalamnya, Mereka pun langsung menindaklanjuti kasus ini dengan melakukan investigasi dan telah ditemukan bukti-bukti yang kuat dugaan kredit fiktif, pemalsuan data, dugaan tindak pidana korupsi di Kantor BRI UNIT KALIDERES, Dimana pimpinan yang aktif saat itu berinisial RZ yang secara tidak langsung diduga terlibat proses approve, setelah melakukan investigasi tim kuasa hukum sempat mediasi hingga lanjut somasi lebih lanjut dan berencana untuk melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib.
Kemudian Deni, SH, S.Kom, M.Sc, C.LSc sebagai Managing Partner menjelaskan kepada media “Akibat dari penyalahgunaan data ini, klien saya NW merasa sangat dirugikan, karena selain mencemarkan nama baiknya, juga mengganggu urusan bisnis yang sedang dijalani. Beberapa peluang bisnis yang telah hampir terwujud terhambat dan bahkan gagal akibat reputasi yang tercemar dan berikut Analisa secara hukum menurut pihak Dens & Partners Lawfirm :
Dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Pemalsuan Dokumen
Kasus ini tidak hanya mencakup tindak pidana penyalahgunaan data pribadi, tetapi juga dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan dan pemalsuan dokumen. Berdasarkan pengakuan NW, oknum pegawai Bank BRI diduga dengan sengaja mengesahkan pengajuan kredit dengan dokumen yang jelas-jelas dipalsukan.
Tindak Pidana Korupsi dan Pemalsuan Dokumen:
Tindak pidana korupsi yang terjadi dalam konteks ini dapat dikenakan berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur mengenai penyalahgunaan wewenang dalam lembaga negara atau instansi perbankan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Sedangkan untuk pemalsuan dokumen, ini dapat diatur dalam Pasal 263 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang seolah-olah dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, atau dengan sengaja menggunakan surat palsu tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”
Selain itu, terkait dengan penggunaan data pribadi tanpa izin, hal ini juga melanggar Pasal 26 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, yang menyebutkan bahwa setiap pemrosesan data pribadi harus dilakukan dengan persetujuan dari subjek data.
Sanksi Hukum yang Dapat Dikenakan:
Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, oknum yang terlibat dalam pemalsuan data dan penyalahgunaan kewenangan dalam pengajuan kredit dapat dikenakan sanksi pidana sebagai berikut:
- Tindak Pidana Korupsi (Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999):
- Pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
- Denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
- Pemalsuan Dokumen (Pasal 263 KUHP):
- Pidana penjara paling lama 6 tahun.
- Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi (Pasal 26 UU No. 27 Tahun 2022):
- Pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 6 miliar.
Hak-Hak Korban dan Penggantian Kerugian
NW, sebagai korban dalam kasus ini, memiliki beberapa hak yang dilindungi oleh hukum Indonesia, antara lain:
- Hak untuk Mendapatkan Ganti Rugi: Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, setiap perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian bagi orang lain berhak untuk mendapat ganti rugi. NW berhak untuk menuntut penggantian kerugian yang timbul akibat pencemaran nama baik dan kerugian material yang dideritanya.
- Hak untuk Menuntut Pidana: NW berhak untuk melaporkan dugaan tindak pidana yang merugikan dirinya kepada pihak berwenang dan mengajukan tuntutan pidana terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam kasus ini.
- Hak atas Perlindungan Data Pribadi: Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, NW memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap penggunaan data pribadinya yang telah disalahgunakan tanpa izin.
- Hak untuk Mencabut Persetujuan Penggunaan Data Pribadi: NW berhak untuk meminta agar penggunaan data pribadinya yang telah disalahgunakan untuk pengajuan pinjaman dihapus dan dibatalkan, serta mendesak Bank BRI untuk melakukan klarifikasi di sistem BI Checking.
“Ini adalah dugaan tindak pidana korupsi yang sangat merugikan dan tidak dapat dibiarkan begitu saja. Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk memastikan keadilan bagi klien kami, dan meminta agar pihak berwenang segera melakukan penyelidikan terhadap oknum yang terlibat dalam pemalsuan ini,” kata Bapak Endang Tarsa, SH, MH, saat diwawancarai oleh media.
Pihak Dens & Partners Lawfirm juga menegaskan bahwa mereka akan terus mendampingi NW untuk mengungkap kebenaran dan memperjuangkan hak-haknya agar kasus ini dapat segera ditindaklanjuti secara hukum. Dalam waktu dekat, mereka berencana untuk melaporkan dugaan tindak pidana ini kepada pihak yang berwajib, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kepolisian, untuk mencari keadilan bagi korban.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, ada beberapa ketentuan yang relevan terkait dugaan pemalsuan data dan kredit fiktif:
1. Pasal 86: “Barang siapa yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini, dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp. 1.000.000.000,00.”
2. Pasal 87: “Barang siapa yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini, dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp. 500.000.000,00.”
Sumber: – Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998⁽¹⁾.
Berikut pemaparan hukum dari pihak Dens & Partners Lawfirm, dan update terbaru kami pihak media menyaksikan langsung pihak Kuasa Hukum dan Pihak Bank telah melakukan pertemuan di salah satu café daan mogot 06/01/2024. {red}
Komentar